HARI-HARI SUCI
& TEMPAT SUCI AGAMA HINDU
»
Hari
Hari Suci Agama Hindu
A. Pendahuluan
Tiap–tiap golongan manusia yang
ada di dunia ini, baik sebagai warga dari suatu negara atau bangsa, maupun
sebagai penganut dari suatu agama. Masing-masing mempunyai hari raya tertentu
yang dianggap suci (kramat) dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa
disertai dengan suatu upacara perayaan (peringatan), meskipun hanya secara
sederhana saja.
Hari-hari suci bagi umat Hindu,
ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu
wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa)
beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari suci pada hakekatnya merupakan
hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu
pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya ini dilakukan oleh umat
manusia. Sebagai penghormatan dan pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha
Pecipta), atas segala cinta kasih-Nya yang tidak terbatas yang telah
dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci atau rahmat-Nya kepada semua kehidupan di
dunia ini.
B. Hari Nyepi (Tahun baru)
Hari Nyepi[1] diperingati sebagai
tahun baru Caka, yang jatuh sehari sesudah X (Kesada). Adapun Rangkaian Hari
Nyepi (Tahun Baru Caka) ini, adalah sebagai berikut:
1. Melis/Mekiis/Melasti, yang jatuh pada
trayodasa krenapaksa sasih IX (Kesanga) atau pada pengelong 13 sasih Kesanga
adalah Hari yang baik untuk mengkiyis atau melis ini, juga dimaksudkan untuk
mengadakan pembersihan atau penyucian segala sarana dan prasarana perangkat
alat-alat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis ini biasa dilakukan
dilaut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa, kala dan patra umat
masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air kehidupan) dan tirtha
pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Maha Kuasa).
2. Upacara Bhuta Yadnya (Tawur atau meracu),
jatuhnya pada Tilem sasih kesanga. Hari ini disebut juga pengerupukan yang
bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak kesejahteraan
umat manusia. Di saat umat hindu bersiap untuk melepaskan tahun lama dengan
mengadakan pecaruan agar segera kekuatan yang negatif tidak mengikuti manusia
melangkah ketahun yang baru. Di samping itu adalah untuk menormalisir
unsur-unsur panca Mahabhuta, yaitu lima unsur yang menjadi alam semesta
(makrokosmos) dan badan makhluk hidup (mikrokosmos).
3. Sipeng (Hari Nyepi), yang disebut juga
sebagai tahun Baru Caka pada hari ini umat melakukan tapa, bratha, yoga,
samadhi, satu hari penuh (24 jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak makan dan
tidak minum. Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakann dengan tidak menyalakan
apai (amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati
lelangun). Jelasnya pada sipeng ini kita menyucikan diri dan memusatkan pikiran
dengan mengendalikan segala nafsu, berpuasa, bertapa samadhi menciptakan
ketenangan dan kedamaian sehingga pikiran bisa bergerak menjelajahi atau
meneliti kembali segala perbuatan yang telah diperbuat di masa lalu dan memupuk
perbuatan yang baik serta melebur yang tidak baik. dengan hikmah Nyepi (Tahun
Baru Caka) kita peringatkan agar berbuat dengan “ Sepi Ing Pamrih”.
4. Ngembak Api (Gni), yang jatuh sehari
setelah Nyepi. Hari ini memulainya aktivitas kita dengan panjatan doa, mohon
semoga Hyang Widhi menganugrahi kita jalan yang terang, terlepas dari
mkegelapan masa silam dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini
pulalah kita hendaknya salaing maaf memaafkan antara sesama manusia sebagi makhluk
Tuhan.
C. Hari Ciwaratri
Ciwaratri berarti malam renungan
suci atau malam pelaburan dosa. Hari Ciwaratri jatuh pada Purwanining Tilem Ke
VII (kepitu), yaitu sehari sebelum bulan mati sekitar bulan januari.[2] Pada
hari ini kia melakukan Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh
pengampunan hari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidnya
(kegelapan).
Hari ciwaratri kadang kala
disebut juga hari pejagaran. Karena pada hari ini Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Esa). Yang bermanifestasikan sebagai Ciwa dalam fungsinya sebagai pelebur,
melakukan Yoga Yoga semalam suntuk, karena Itu pada hari Ini kita memohon
kehadapan- Nya agar segala dosa –dosa kita dapat dilebur.
Pada malam Ciwaratri ini. Setiap
orang mendapat kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya (dosanya) dengan
jalan melaksanakan brata Ciwaratri. Hal ini disebutkan dalam kitab Padma
Purama. Bahwa sesungguhnya malam Ciwaratri itu adalah malam peleburan dosa,
yaitu peleburan atas dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang didalam hidupnya.
D. Hari Galungan
Galunagan adalah pemujaan kepada
Hyanng Widhi yang dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon
kesejahteraan dan keselamatan hidup serta agara dijauhkan dari awidya. Hari
raya galungan adalah hari pawedalam jagat.[3] Yaitu pemujaan bahwa telah
terciptnya jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap
210 hari sekali. Yaitu pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan.[4]
Galungan merupakan perlambang
perjuangan antara yang benar (dharma) nmelawan tidak benar (adharma) dan juga
sebagi pernyataan rasa terimakasih atas kemakmuran dalam alam yang diciptkan
Hyang Widhi ini.
Disamping itu pula, perayaan
galungan adalah untuk menyatakan terima kasih dan rasa bahagia atas kemurahan
Hyang Widhi yang dibayangkan telah sudi turun dengan diiringi oleh para dewa
dan para Pitara ke dunia.
Sehari sebelum galungan, yaitu
pada hari selasa Wage wuku Dungulan. Disebut hari Hari Penampahan. Mulai saat
penampahan ini segala bentuk nafsu hendaknya dikendalikan dalam rangka
menyambut hari raya Galungan (Besoknya), karena pada hari Penampahan iini
manusia berusaha digoda oleh nafsu-nafsunya yang bersifat negatif, misalnya
nafsu murka, iri hati, sombong, congkak dan lain-lainnya, yang dilambangkan
dengan Sang kala Tiga. Apabila manusia pada saat itu kurang waspada dan tidak
dapat mengendalikan dirinya sendiri, maka ia akan dikuasai adanya dorongan
nafsu marah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran .perselisihan dan lain
sebagainya.
E. Hari kuningan
Kuningan jatuh setiap Sabtu
Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh hari setelah Galungan. Hari
Kuningan adalah hari payogaan Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi
oleh para Dewa dan Pitara pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia.
Karena itu pada hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon
kesentosaan, keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
Pada hari kuningan ini, sajen
(banten) yang dihaturkan harus dilengkapi dengan nasi yanng berwarna kuning.
Tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran
yang dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang,
endongan dan kolem yang dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor.
Tamiang ini adalah simbol alat penangkis dari serangan, endongan adalah simbul
tempat makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu, tumpeng serta lauk
pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat atau tidur. Upacara
persembanhyangan hari kuningan harus sudah selesai sebelum tengah hari.
F. Hari Purnama dan Tilem
Purnama dan Tilem, Juga merupakan
hari suci bagi umat Hindu, yang harus disucikan dan dirayakan untuk memohon
berkah, rahkmat dan Karunia dari Hyang Widhi.
Pada hari Purnama adalah payogaan
Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya.
Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran)
yang ada di dunia.
Bila pada hari Purnama atau Tilem
umat manusia menghaturkan upakara yadnya dan persembahyangan kehadapan hyang
Widhi, dari nilai satu aturan (bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat
imbalan anugrah bernilai sepuluh dari hyang Widhi.
Demikianlah hari Purnama dan
Tilem itu yang merupakan hari Suci yang harus dirayakan oleh umat Hindu untuk
memohon anugrah dan rakhmat serta keselamatan dan kesucian lahir bathin. Pada
hari Purnama dan Tilem hendaknya mengadakan upacara-upacara persembahyanngan
dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada
pengalaman ajaran agama.
Hari Purnama jatuh setiap bulan
penuh (sukla paksa), sedangkan Tilem jatuh setiap bulan mati (krsna paksa).
Baik purnama maupun Tilem datengnya setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama dan Tilem ini
kitahendaknya mengadakan pembersihan secara lahir batin, karena itu, disampping
bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon
anugrah-Nya, juga kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang
bersih). Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang
amat penting didalam kehidupan manusia. Disamping itu pula air merupakan sarana
pembersih, juga sebagai pelebur kotoran.
G. Hari Saraswati
Hari Saraswati, adalah hari raya untuk
memuja hyang Widhi dalam menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu
pengetahuan dan ilmu kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang
hyang Aji Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis
Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi
dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan seorang
“Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi
para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari
penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci
yang telah dianugrahkan itu.
Dewi Saraswati merupakan sakti
Brahma (manifestasi Hyang Widhi dalam hal mencipta), yang mempunyai kekuatan
yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah
timbul ciptaan-ciptaan baru yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia
tidak mungkin dapat menciptkan yang baru.
»
Tempat
tempat Suci Agama Hindu
A. Istilah-istilah Tempat Suci
Tempat suci bagi umat Hindu,
dapat disebut dengan bermacam-macam istilah, seperti:
1. Pura
Istilah pura berasal dan kata
“pur”. Yang artinya kota, benteng atau kota yang berbenteng. Pura berarti suatu
tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian dengan dikelilingi oleh tembok.
Hampir semua pura (tempat Suci) dikelilingi atau dibentengi dengan tembok atau
pagar untuk memisahkan dengan dunia sekitarnya yang dianggap tidak suci.
2. Candi
Candi artinya Ciwa.[9] Bentuk
pokoknya adalah segi tiga yaitu lambang purusa, sebagai wisesanya Hyang Widhi
untuk mencipta atau mengadakan. Lambang ini adalah lamabang Ciwa sebagai paksa
agama Hindu. Jadi bukan bagian dari Tri Murti atau Tri Sakti. Candicandi ini
banyak terdapat di India dan di Jawa, sedangkan Candi yang terdapat di gunung
Kawi (Tampak Siring Bali) bukanlah lambang Ciwa, melainkan adalah terdapat
penyungsungan seorang Raja yang di makamkan disana dengan permaisurinya.
3. Kahyangan atau Parhyangan
Kahyangan atau Parhyangan.
Berasal dari kata “Hyang”. Biasanya dihubungkan dengan sang dang, merupakan
kata sandang yang di tempatkan didepan sesuatu yang dimuliakan, dihormati,
misalnya sang Hyang Widhi, Sang Hyang Dharma, Dang Hyang Drona, hyang Guru,
dang Hyang Niratha dan lain sebagainya. Jadi “Hyang”. Yang berarti sesuatu yang
muliakan, disucikan, dijunjung, di hormati. Kata Hyang ini kemudian mendapat
awalan “Ka” dan akhiran “An” (ka+hyang+an) sehingga menjadi kata Khyangan yang
berarti tempat, kedudukan linggih, sthana. Demikian pula kata parhyangan”. Yang
artinya tempat kedudukan suci yang di sucikan. Selanjutnya yang di maksud
dengan kahyangan atau parhayangan disini, bukan saja bangunan yang berfungsi
sebagai sthana, linngih atau temapt kesucian itu, tetapi juga seluruh komplek
dengan halaman dari tempat suci.
4. Istilah istilah lainnya
Istilah istilah lain adalah
Pengayatan, Pengawangan, Pengubengan, Pengayengan, Dewagrha-Mandira,
Persimpangan dan lain-lainnya. Ditempat ini hyang Widhi beserta manifestasinNya
disthanakan dan di puja pada waktu tertentu apabila diperlukan. Misalnya pada
hari raya agama Hindu. Pengahayatan, Penyawangan, pengubengan dan sejenisnya
ini merupakan linggih atau sthana Hyang Widhi yang bersifat sementara, yakni
sebagai persimpanagan saja. Melalui tempat-tempat suci ini kita memusatkan
pikiran dan memohon kehadapan Hyang Widhi beserta manifestasiNya agar berkenan
bersthana pada tempat yang telah tersedia, serta mengabulkan doa yang kita
panjatkan kehadapan- Nya.
B. Fungsi tempat Suci
Tempat suci mempunyai funsi yang
amat penting bagi Umat Hindu funsi yang hampir meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat Hindu.[10]
Sebagaimana disebutkan dalam
sastra agama, maka fungsi tempat (Pura) itu adalah sebagai berikut:
1. Pura adalah temapt beribadat, tempat manusia
mendekatkan dirinya kepada Hyang Widhi, tempat memohon dan bersujud kehadapan
Tuhan yang Maha Pecipta. DiPuralah tempat manusia mempersatukan dirinya kepada
Tuhannya.
2. Pura juga merupakan tempat memperlai
mengikrarkan sumpahnya atas pesaksian Sang Hyang Widhi untuk memasuki hidup
baru, mereka berjanji tetap setia sehidup semati bersama dalam suka maupun duka
untuk membawa rumah tangga yang berbahagia sesuia dengan tuntunan agama
3. Temapt untuk memuja roh-roh suci yang
dipandang suci baik roh suci leluhur, roh para Rsi maupun raja-raja yang
dianggap telah menjadi Dewa-dewi.
C. Jenis-jenis Tempat Suci
Jenis-jenis tempat suci
berdasarkan atas karakternya. Dapat dibagi menjadi 4 empat bagian besar yaitu.
1. Pura keluarga
Pura keluarga ini juga disebut
Sanggah, pura Dadya, Pura Kawitan Pura Pedharman, Paibon, Panti dan lain
sebagainya kelompok pura ini didukung oleh segolongan orang-orang yang mempunyai
hubungan darah (genealogic). Oleh karena itu Pura –Pura iini ada dilingkunagan
rumah tangga. Jika pendukungnya ada didalam lingkup yang lebih kecil disebut
dengan Sanggah atau pamerajan, dan apabila keluarga bersangkutan telah
bertambah besar dan meluas, maka didirikanlah pamerajan atau sejenisnya.
2. Pura Desa
Pura Desa ini disebut pula pura
kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa, yaitu Pura temapt memuja Hyang widhi dalam
manifestasinya sebagai Tri Wisesa dan Tri Murti. Pura ini terdiri dari Pura
Desa (Balai Agung) ialah tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)
dalam manifestasi-Nya sebagai Brahma yaitu Pecipta, Pura Puseh atau Pura segera
ialah tempat pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Wisnu yaitu
pemelihara.[11]
3. Pura Kahyangan jagat ini juga disebut
dengan pura umum, artinya adalah suatu Pura yang didukung dan disungsung oleh
Umat Hindu yang ada di seluruh Indonesia pada Khususnya dan seluruh Umat Hindu
umumnya. Di Indonnesia, Pura yang paling besar yang tergolong Kahyangan jagat
ini adalah Pura Besakih. Dalam perkembangan selanjutnya banyak lagi pura atau
Kahyangan yang dapat di katagorikan sebagai Kahyangan Jagat, seperti misalnya
Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jawa Timur dan lain-lainya.
4. Pura yang besifat Fungsional
Yang dimaksud dengan Pura
Fungsional di sini adalah dimana pemuja, pendukung atau penyungsung dari Pura
atau tempat suci tersebut mempunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal-hal
tertentu. Tempat suci yang termasuk golongan Fungsional ini adalah Pura Subak
(Ulun suwi/Ulun Carik) dan lain, sebagainya. Pura subak, mereka mempunyai
kepentingan yang sama terutama dalam mendapatkan air untuk sawah-sawah
mereka.maka bersama-sama lah mereka mendirikan Pura.
0 komentar:
Posting Komentar